Selasa, 30 Agustus 2011

Asuhan Keperawatan dengan AIDS

A. Anatomi dan fisiologi sistem imunologi 

Menurut Scanlon, Valeri C. ( 2006, hlm. 301) Sistem Imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Imunitas sapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membunuh patogen atau bahan asing lain dan untuk mencegah berlanjutnya kasus penyakit akibat infeksi. Sistem imun terbagi atas dua bagian yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik, yaitu :
  1. Sistem Imun non Spesifik Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respons langsung terhadap antigen. (Scanlon, Valeri C. 2006, hlm. 301) Komponen – komponen sistem imun non spesifik dapat dibagi sebagai berikut :
a.       Pertahanan Fisik dan Mekanis
pertahanan fisik / mekanis terdiri dari kulit, selaput lendir, silia saluran pernapasan, batuk dan bersin, akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam tubuh
b.      Pertahanan bio kimia (bahan larutan)
PH asam dari keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak dan enzim mempunyai efek antimikrobial, akan mengurangi kemungkinan infeksi melalui kulit. Bahan yang disekresi mukosa saluran napas dan telinga berperanan pula dalam pertahanan biokimia.
c.       Pertahanan Humoral ( bahan larutan )
Adapun yang berperan dipertahanan humoral, yaitu :
1). Komplemen
      Meningkatkan fagositosis dan mempermudah destruksi bakteri.
2). Interferon
      Suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus
3). C-Reactive Protein (CRP)
      CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat ( 100 x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut
d.      Pertahanan seluler
Fagosit, makrofag dan sel NK berperan dalam sistem imun non spesifik seluler.
  1. Sistem Imun Spesifik Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Bila sel imun spesifik berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya. (Scanlon, Valeri C. 2006: 301) 
a.       Sistem Imun Spesifik Humoral
Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B, berasal dari multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, maka sel tersebut akan berfoliperasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi.
 b.      Sistem Imun Spesifik Seluler
Yang berperan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T. Pada orang dewasa sel T dibentuk oleh sum-sum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi pada kelenjar timus atau pengaruh faktor asal timus.
Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan.
c.       Organ Limfoid
Organ limfoid adalah organ yang diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan proliferasi limfosit. Organ limfoid sekunder diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi limfosit yang sudah disensitisasi (antigen committed lymphocyte).

Menurut Smeltzer, suzanne C, (2001), Terdapat dua tipe utama limfosit dalam sistem imunitas  yaitu limfosit T dan limfosit B, atau yang lebih sederhana atau dikenal, sel T dan sel B. Pada embrio, sel T diproduksi dalam sumsum tulang dan timus. Sel T harus berjalan melalui timus, dan sel itu akan dimatang kan oleh hormon timus. Sel T kemudian bermigrasi menuju lien dan nodi limfoidei. Serta noduli limfoidei, tempat sel ditemukan setelah bayi lahir. Sel T dibuat di sumsum tulang dan matang di kelenjar thymus. Nilai normal Limfosit antara 1500 – 4000 sel/mm3. Bagian – bagian dari Limfosit T yaitu:
1.  Sel T helper/ T pembantu (CD4) adalah sebuah penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD 4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Nilai normal CD4 800 – 1200 sel/ml3 darah.
Fungsi:
a.       Membantu/ mengontrol sistem imun spesifik
b.      Menstimulasi sel B untuk membelah dan mereproduksi antibody
c.       Mengaktivasi dua jenis sel T lainnya
d.      Meaktivasi makrofag untuk bersiap memfagositosis

2.  Sel T Killer/T pembunuh/T sitotoksik merupakan reseptor khusus terhadap antigen yang mengaktifasi, bermigrasi ketempat invasi antigen, melepas limfokin, mengundang dan mengaktifkan makrofag, mencegah reproduksi mikroorganis menyerbu, mengikat dan membunuh antigen. Nilai normal nya 78 – 602/mm3. Fungsinya menyerang sel tubuh yang terinfeksi dan sel pathogen yang relatif besar secara langsung

3.      Sel T suppressor/T penekan nilai normalnya antara 325 – 997 mm3. Fungsinya menurunkan/menghentikan respon imun
Sel B di produksi di dalam susmsum tulang, sel B kemudian bermigrasi, langsung menuju nodi limfoidei dan noduli limfoidei. Limfosit sel B terbagi atas beberapa bagian yaitu:
1.      Sel B plasma memproduksi antibodi spesifik sesuai antigen yang mengaktifasi mula – mula dan melepaskannya kedalam darah dan limfe hidup selama 4 – 5 hari
2.      Sel B memori memiliki kemampuan mengingat antigen yang mengaktifasi mula – mula sehingga dapat memberikan reaksi yang lebih cepat dan membentuk antibodi dalam jumlah yang lebih besar. Sel B memori cepat bereaksi jika ada infeksi

Saat beraktivitas selama respon imun, beberapa sel B akan menjadi sel plasma yang dinamakan antigen dan antibodi.
1.      Antigen
Antigen atau imunogen adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan respon imun spesifik pada manusia dan hewan. Perbedaan antara imunogen dan antigen. Imunogen adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan respon imun. Sedangkan antigen adalah setiap bahan yang dapat mengikat komponen yang dihasilkan respons imun dengan spesifik misalnya antibodi dan limfosit T.
 2.      Antibodi
Antibodi adalah bahan larut digolongkan dalam protein yang disebut globulin, dan sekarang dikenal dengan imunoglobulin, imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proiferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen.
a.       Imunoglobulin G (Ig G)
Komponen utama serum, dengan berat molekul 160.000 dalton. Ig G berperan pada imunitas seluler karena dapat merusak antigen seluler melalui interaksi dengan sistem komplemen. Ig G berukuran kecil, terbentuk 2 – 3 bulan setelah infeksi, terdapat selam bertahun, tahun. Fungsinya yaitu antibakteri, antivirus, anti toksin, melindungi janin dan bayi
b.      Imunoglobulin A (Ig A)
Ig A dalam serum dapat mengaglutinasikan dan mengganggu motilitas kuman sehingga memudahkan fagositosis.Ig A dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif. Ig A Terdapat di ASI I(Air Susu Ibu), fungsinya melindungi selaput mukosa (hidung, mata, paru – paru, usus)
c.       Imunoglobulin M (Ig M)
Ig M adalah antibodi pertama yang dibentuk dalam respons imun. Ig M dapat mencegah gerakan mikro organisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglotinator kuat terhadap antigen. Ig. M terdapat di darah, getah bening dan permukaan sel B, antibody pertama yang di bentuk tubuh jika ada infeksi (bakteri) fungsinya garis depan terhadap bakteri
d.      Imunoglobulin D (Ig D)
lg D ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam sirkulasi. Ig D tidak mengikat komplemen, mempunyai aktifitas antibiotik terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigen seperti komponen nukleus. Ig. D terdapat di darah, getah bening dan permukaan sel sel B. Fungsinya merangsang pembentukan antibody oleh sel plasma, membantu sel T menangkap antigen
e.       Imunoglobulin E (Ig E)
lg E dibentuk setempat oleh sel spasma dalam selaput lendir saluran napas dan cerna. Ig. E beredar di dalam darah , terlibat dalm reaksi alergi dan respon imun (Scanlon, Valeri C. 2006, hlm. 301) 

B. Konsep Dasar AIDS
     1. Pengertian  
      AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome ) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Sudoyo, 2006, hlm 2861)
AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome ) adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi opurtunistik atau kanker tertentu akibat menurunya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV ( Human Immunodeficiency Virus ). (Daili, 2003, hlm 138)
AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome ) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat – obat  supresi imun , penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya. (Indonesia nurse, 2010, http://indonesiannursing.com/feed/)
        2. Etiologi
AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome ) disebabkan oleh virus yang disebut HIV ( Human Immunodeficiency Virus ). Virus ini diketemukan oleh Montagnier, sehingga pada waktu itu dinamakan LAV (Lymphadenophaty Associated Virus). (Daili, 2003, hlm. 138)
HIV dapat ditularkan dengan cara :
a.       Rute yang diketahui beresiko tinggi (Semen, Sekresi Vagina)
1)      Hubungan seksual
2)      Homo seksual, biseksual (rute utama)
3)      Hetero seksual (laki-laki perempuan atau sebaliknya).
b.       Darah (melalui darah murni komponen seluler, plasma, faktor pembeku)
1)      Transfusi darah atau komponen darah
2)      Jarum suntik yang dipakai bersama-sama
3)      Tusukan jarum suntik (resiko rendah)
c.       Perinatal
1)      Intra plasenta
2)      Menyusui
       3. Patofisiologi
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok  terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya (Price & Wilson, 1995).
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik (Brunner & Suddarth, 2001).
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth, 2001)
1.      Manifestasi klinis
            Menurut Nursalam (2007, hal. 44) manifestasi klinis pada stadium AIDS antara lain:
a.       Gejala utama / mayor:
1)      Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2)      Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus – menerus
3)      Penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam 3 bulan
4)      Penyakit pernafasan: TBC
b.      Gejala minor
1)      Batuk kronis selama lebih dari satu bulan
2)      Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albican
3)      Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
4)      Munculnya herpes zoster berulang dan bercak – bercak gatal diseluruh tubuh.

Sementara Menurut Daili (2003, hlm. 140) manifestasi klinis yang sesuai dengan perjalanan penyakit AIDS dan lebih bermanfaat bagi kepentingan klinik diuraikan dalam fase – fase berikut ini:
a.       Infeksi akut : CD4: 750 – 1000
Gejala infeksi akut biasanya akan timbul setelah masa inkubasi selama 1 – 3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, gejala kulit (bercak – bercak), gejala syaraf (sakit kepala), gangguan gastroiintestinal (nausea, vomitus). Gejala diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya virus dan berlangsung kira – kira 1 – 2 minggu.
b.      Infeksi kronis asimptomatik: CD4 > 500/ ml
Setelah infeksi akut berlalu maka setelah 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat dalam tubuh. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih berada pada tingkat 500/ml.
c.       Infeksi kronis simptomatik
Fase ini dimulai rata – rata sesudah 5 tahunan terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas penderita
1)      Penurunan imunitas sedang: CD4 200 – 500
Pada awal sub – fase ini timbul penyakit – penyakit yang lebih ringan misalnya herpes zoster atau herpes simplek
2)      Penurunan imunitas berat: CD4 < 200
Pada sub fase ini terjadi infeksi opurtunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita seperti: Tuberkulosis. Keganasan juga timbul pada sub fase ini meskipun sering pada fase yang lebih awal


2.      Cara penularan HIV / AIDS
Menurut Nursalam (2007, hlm 47), Virus HIV menular melalui enam cara penularan yaitu:
a.       Hubungan seksual dengan pengidap HIV / AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus) tanpa perlindungan bisa menularkan HIV (Human Immunodeficiency Virus). Selama berhubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIVuntuk masuk ke aliran darah pasangan seksual
b.      Ibu pada bayinya
Penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC amerika,  prevelansi penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) dari ibu ke bayi adalah 0,01 – 0,07 %. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20 – 35 %, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinanya mencapai 50 %. Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat maternal saat melahirkan. Semakin lama proses melahirkan, semakin besar resiko penularan. Sedangkan pada ibu menyusui, Air susu ibu (ASI) mengandung sekumpulan gizi yang penting untuk perkembangan bayi, di antaranya adalah asam lemak (polyunsaturated fatty acids/PUFA), yang berperan penting dalam perkembangan fungsi sel-T bayi yang baru lahir. Menyusui secara eksklusif dianjurkan bagi ibu HIV-positif sampai bayinya berusia enam bulan, berdasarkan bukti dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa ASI menyediakan perlindungan yang bermakna terhadap infeksi yang umum bagi sang bayi walaupun ASI tetap berisiko penularan HIV ke bayi, apabila dibandingkan dengan pemberian susu formula. Faktor yang mungkin membuat menyusui secara eksklusif lebih aman adalah prioritas penelitian yang penting, karena ketersediaan terapi antiretroviral (ART) untuk ibu selama menyusui untuk mengurangi penularan HIV. Tidak semua bayi yang dilahirkan dari ibu pengidap HIV akan terinfeksi. Tanpa pengobatan dan jika ibu menyusui bayinya, kemungkinan penularan adalah 25% atau 1 dari 4 bayi. Tetapi jika ibu mendapat pengobatan antiretroviral (ARV) dan bayi mendapat obat tersebut setelah lahir, maka penularan akan berkurang dari 25% menjadi 2% (2 diantara 100).
c.       Darah dan produk darah yang tercemar HIV / AIDS
Sangat cepat menularkan HIV (Human Immunodeficiency Virus)karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebarkan

d.      Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat – alat lain yang menyentuh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
e.       Alat – alat yang dapat merobek / mengiris kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
f.       Menggunakan jarum suntik secara bersamaan
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para pengguna narkoba (injecting Drug User – IDU) sangat  berpotensi menularkan HIV (Human Immunodeficiency Virus).

3.      Stadium pembagian HIV / AIDS
      Menurut Nursalam (2007: hlm. 47) Stadium pembagian HIV / AIDS terbagi atas empat bagian yaitu:
a.       Stadium pertama: HIV ( Human Immunodeficiency Virus )
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan diikuti terjadinya perubahan serologi ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Rentang waktu HIV  (Human Immunodeficiency Virus) masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) menjadi positif disebut window period. Lama window period antara 1 – 3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan.
b.      Stadium kedua: asimptomatik (tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala – gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rerata selama 5 – 10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/ AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV( Human Immunodeficiency Virus ) kepada orang lain.
c.       Stadium ketiga: pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persisten Generalized Lymphadenopathy), yang hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung lebih satu bulan.
d.      Stadium keempat: AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam – macam penyakit , antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf, penyakit infeksi sekunder

4.      Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Daili (2003, hlm. 143) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan antara lain dengan dua metode yaitu:
a.       Secara langsung
1)      PCR (Polymerase Chain Reaction).
Pengguanaan PCR (Polymerase Chain Reaction) antara lain:
a)      Tes HIV pada bayi, pada saat zat anti maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis
b)      Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok resiko tinggi
b.      Secara tidak langsung
1)      ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)Untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV( Human Immunodeficiency Virus ). Sensitivitas tinggi, 98,1% - 100%. Biasanya memberikan hasil positif 2 – 3 bulan sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan western blot. Akhir – akhir ini tes ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)telah menggunakan recombinant antigen, yang sangat specifik terhadap envelope dan core. Antibodi terhadap envelope ditemukan pada semua stadium infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus )
2)      Western blot atau Untuk mengenali antibody HIV dan memastikan seropositifitas HIV. Spesifikasi tinggi 99, 6% - 100%. Namun pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu 24 jam.

5.      Penatalaksanaan
Belum ada obat untuk penyembuhan AIDS, jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus ) maka terapinya yaitu :
1)      Pengendalian Infeksi Opportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi opportuniti.
2)      Terapi AZT (Azidotimidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim pembalik transcriptase
3)      Terapi Antiviral baru atau Obat Anti Retro Virus (ARV)
Untuk meningkatkan aktivitas sistim Immune dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus
4)      Vaksin dan rekkontruksi virus. Vaksin yang digunakan adalah Interveron
5)      Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan Sel T dan mempercepat replikasi HIV
6)      Rehabilitasi, bertujuan untuk memberikan dukungan mental psikologis membantu mengubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang beresiko atau tidak beresiko
7)      Pendidikan, untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan  makanan sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi immune.




A.    Asuhan Keperwatan Teoritis Klien Dengan AIDS
Pada asuhan keperawatan pada klien dengan masalah AIDS penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan teoritis. Teori dan konsep diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan - tahapan yang terintegrasi dan terorganisir yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. (Doengoes, 2001, hlm. 833)
1.      Pengkajian
a.      Aktivitas / istirahat
1)      Gejala             : Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya , progresi kelelahan/ malaise, perubahan pola tidur
2)      Tanda              : Kelemahan otot, menurunnya massa otot. Respons fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam Tekanan Darah (TD), frekuensi jantung, pernafasan.
b.      Sirkulasi
1)     Gejala             : Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemi); perdarahan lama pada cedera (jarang terjadi)
2)      Tanda             : Takikardia, perubahan Tekanan Darah (TD) postural
c.       Integumen
1)      Tanda             : perubahan integritas kulit: adanya ruam , rektum , atau abses, luka – luka


d.      Integritas Ego
1)      Gejala             : Faktor stress yang berhubungan dengan kehilagan misalnya dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan , gaya hidup tertentu, dan distress spiritual. Mengkhawatirkan penampilan, mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi
2)      Tanda             : Mengingkari,cemas, depresi, takut, menarik diri. Prilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis dan kontak mata yang kurang. Gagal menepati janji
e.       Eliminasi
1)      Gejala             : Diare yang terus menerus, seiring dengan atau tanpa disertai kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
2)      Tanda             : Fases encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah. Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perianal, perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine
f.       Makanan / cairan           
1)      Gejala             : Tidak mampu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makanan , mual/ muntah, disfagia, nyeri restrosternal saat menelan, penurunan berat badan yang cepat
2)      Tanda             : Dapat menunjukkan adanya bisisng usus hiperaktif, penurunan berat badan: perawakan kurus, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna, kesehatan gigi buruk, adanya gigi yang tanggal
g.      Hygiene
1)      Gejala             : Tidak dapat menyelesaikan aktivitas kebutuhan sehari
2)      Tanda             : memperlihatkan penampilan kurang rapi, kurangnya perawatan dalam diri, aktivitas perawatan diri
h.      Neurosensori
1)      Gejala             : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kehilangan ketajaman atau kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mapu mengingat dan konsentrasi menurun, kerusakan sensasi atau indera posisi getaran
2)      Tanda             : perubahan status mental dengan rentang antara kacau sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis, retardasi psikomotorik/ respon melambat
i.        Nyeri / kenyamanan
1)      Gejala             : Nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakit kepala, nyeri dada
2)      Tanda             : Nyeri pada kelenjar, nyeri tekan


j.        Pernafasan
1)      Gejala             : Nafas pendek yang progresif, batuk produktif / non produktif sputum, sesak pada dada
2)      Tanda             : takipnea, distres pernafasan, perubahan pada bunyi nafas, sputum kuning
k.      Keamanan
1)      Tanda             : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat proses penyembuhannya, riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang
l.        Seksualitas
1)      Gejala             : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual; dengan pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindungi, dan seks anal. Menurunya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks
2)      Tanda             : kehamilan atau resiko terhadap kehamilan. Genetalia : manifestasi kulit (misal: herpes, kutil)
m.    Interaksi sosial
1)      Gejala             : isolasi , kesepian , teman dekat ataupun pasangan seksual meninggal karena AIDS
2)      Tanda             : perubahan pada interaksi keluarga / orang terdekat


n.      Penyuluhan / pembelajaran
1)      Gejala             : kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan prilaku beresiko tinggi ( hubungan sex)
2)      Rencana pertimbangan : memerlukan bantuan keuangan, perawatan kulit.

2.      Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan untuk pasien AIDS menurut Doengoes (2001,hlm.833)
a.       Resiko tinggi infeksi b.d pertahanan primer tidak efektif. depresi sistem imun; penggunaan agen anti mikroba. pemajanan lingkungan; tehnik invasif, penyakit kronis
b.      Kekurangan volume cairan b.d kehilangan yang berlebihan, status hipermetabolisme, pembatasan pemasukan:cairan
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan atau perubahan pada kemapuan untuk mencerna, mengunyah dan atau gangguan  metabolisme, peningkatan laju metabolisme / kebutuhan nutrisi
d.      Nyeri akut b.d inflamasi / kerusakan jaringan. Neuropati perifer, mialgia, dan artalgia, Kejang abdomen
e.       Ansietas b.d ancaman pada konsep pribadi, ancaman kematian, perubahan pada kesehatan / status sosioekonomi, fungsi peran.


3.      Perencanaan
Tahap selanjutnya setelah diagnosa keperawatan adalah merencanakan tindakan keperawatan dimulai dari memprioritaskan diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria hasil serta tindakan/intervensi.
a.      Resiko tinggi infeksi b.d pertahanan primer tidak efektif. depresi sistem imun; penggunaan agen anti mikroba. pemajanan lingkungan; tehnik invasif, penyakit kronis
Tujuan :
1)      Mengidentifikasi / ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi
2)      Mencapai masa penyembuhan luka/ lesi
3)      Tidak demam dan bebas dari pengeluaran sekresi atau purulen dan tanda – tanda lain dari kondisi infeksi
Intervensi :
1)      Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak perawatan dilakukan
Rasional: mengurangi resiko kontaminasi
2)      Pantau tanda – tanda vital
Rasional : memberikan informasi data dasar, awitan peningkatan suhu secara berulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi
3)      Bersihkan kuku setiap hari. Dikikir, lebih baik dari pada dipotong
Rasional : mengurangi resiko transmisi bakteri patogen melalui kulit.
4)      Periksa adanya luka/ lokasi alat invasif, perhatikan tanda – tanda inflamasi / infeksi lokal
Rasional : identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjdinya sepsis
5)      Gunakan sarung tangan dan skort selama kontak langsung dengan sekresi / eksresi atau kapanpun terdapat kerusakan pada kulit dan perawat.
Rasional : penggunaan masker , skort dan sarug tangan dilakukan oleh OSHA (1992) untuk kontak langsung dengan cairan tubuh.
Kolaborasi :
6)      Berikan antibiotik, anti jamur, anti mikroba, misalnya; trimetroprim
Rasional : menghambat proses infeksi. Beberapa obat – obatan ditargetkan untuk organisme tertentu.
b.      Kekurangan volume cairan b.d kehilangan yang berlebihan. status hipermetabolisme,. pembatasan pemasukan:cairan
Tujuan :
1)      Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda – tanda vutal stabil, haluran urine adekuat secara pribadi
Intervensi :
1)      Pantau tanda – tanda vital
Rasional : indikator dari volume cairan sirkulasi
2)      Catat peningkatan suhu dan durasi demam.
Rasional : meningkatkan kebutuhan metabolisme dan diaforesis yang berlebihan yang dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan
3)      Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus
Rasional : indikator tidak langsung dari status cairan
4)      Pantau pemasukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan , mengurangi rasa haus dan melembabkan mukosa
5)      Buat cairan mudah diberikan kepada klien; gunakan cairan yang mudah di toleransi klien
Rasional : meningkatkan pemasukan. Cairan tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri untk di konsumsi misal: jeruk, asam karena lesi pada mulut
Kolaborasi :
6)      Berikan cairan/ elektrolit melalui infus
Rasional : mungkin diperlukan untuk mendukung pemasukan air
7)      Berikan obat – obatan sesuai indikasi:
Antiemetik, misalnya: proklorperazin maleat
Rasional : mengurangi insiden muntah untuk mengurangi kehilangan cairan /elektrolit lebih lanjut
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan atau perubahan pada kemapuan untuk mencerna, mengunyah dan atau gangguan  metabolisme, peningkatan laju metabolisme / kebutuhan nutrisi
Tujuan :
1)      Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan , dan menelan
Rasional : lesi mulut, tenggorok, dan esofagus dapat menyebabkan disfagia
2)      Auskultasi bising usus
Rasional : hipermotalits saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare
3)      Berikan perawatan mulut yang terus menerus
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/ muntah, lesi oral, pengeringan mukosa

4)      Batasi makanan yang menyebabkan mual/ muntah
Rasional : rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi mulut mungkin akan menyebabkan pasien enggan untuk makan.
5)      Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan dan perasaan sehat
Kolaborasi :
6)      Berikan obat – obatan sesuai petunjuk:
Suplemen Vitamin
Rasional : kekurangan vitamin terjadi akibat penurunan pemasuka makanan dan kegagalan mengunyah
d.      Nyeri akut b.d inflamasi / kerusakan jaringan. Neuropati perifer, mialgia, dan artalgia. Kejang abdomen
Tujuan :
1)      Keluahanhilangnya / terkontrolnya rasa  sakit
2)      Menunjukkan posisi/ terkontrolnya rasa sakit
3)      Dapat tidur/ beristirahat adekuat
Intervensi :
1)      Kaji keluhan nyeri klien
Rasional : mengindikasi kebutuhan klien untuk intervensi dan juga tanda – tanda perkembangan kompliksai
2)      Dorong pengungkapan perasaan
Rasional : dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehigga mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit
3)      Berikan kompres hangat / lembab pada sisi injeksi
Rasional : injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa sekit
4)      Anjarkan untuk tehnik relaksasi dan distraksi
Rasional : meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat
Kolaborasi :
5)      Berikan analgesik
Rasional : memberikan penurunan nyeri / tidak nyaman
e.       Ansietas b.d ancaman pada konsep pribadi, ancaman kematian, perubahan pada kesehatan / status sosioekonomi, fungsi peran.
Tujuan :
1)      Menyatakan kesadaran tentang perasaan dan cara sehat menghadapinya
2)      Menunjukkan rentang normal dari perasaan dan berkurangnya rasa takut
3)      Menunjukkan kemampuan untuk mengatasi masalah
4)      Menggunakan sumber – sumber dengan efektif
Intervensi :
1)      Jamin pasien tentang kerahasiaanya
Rasional : memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi pasien untuk memecahkan masalah pada situasi yang di antisipasi
2)      Pertahankan hubungan yang sering dengan pasien
Rasional : menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri atau diterlantarkan
3)      Berikan informasi yang akurat dan konsisten mengenai prognosis.
Rasional :dapat mengurangi ansietas dan ketidakmampuan pasien untuk membuat keputusan
4)      Berikan lingkungan terbuka dimana psien akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaannya
Rasional : membantu pasien untuk merasa diterima pada kondisi sekaranag tanpa perasaan dihakimi
5)      Berikan informasi yang dapat dipercaya dan konsisten, juga dukung untuk orang terdekat
Rasional : menciptakan interaksi interpersonal yang lebih baik dan menurunkan ansietas dan rasa takut
Kolaborasi :
6)      Rujuk pada konseling psikiatri
Rasional : mungkin diperlukan bantuan lebih lanjut dalam berhadapan dengan diagnosis , terutama jika timbul pikiran untuk bunuh diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar